Minggu, 21 Desember 2014

Analisis Novel


Bumi Manusia (Pramoedya Anata Toer)
Di Bawah Lindungan Ka’bah (Buya Hamka)
Pertemuan Dua Hati (Nh.Dini)
Moga Bunda Disayang Allah (Tere Liye)
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (Buya Hamka)


A.      Latar Belakang
Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangannya terhadap lingkungan sosial yang berada disekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan hanya sekadar cerita khayal atau angan-angan dari pengarang saja, melainkan wujud dari kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam pikirannya.
Membaca sastra dianggap sebagai kegiatan dalam memahami suatu hal dari apa yang ditulis baik dengan melisankan atau hanya diresapi dalam hati. Karya sastra memberikan nilai-nilai kehidupan manusia yang terjadi melalui tokoh cerita, peristiwa dan gagasan yang muncul.
Begitu banyak manfaat yang didapat dalam membaca sebuah karya sastra. Berikut beberapa manfaat membaca karya sastra :
·         Karya sastra memberi pemahaman terhadap orang tentang kebenaran hidup
·         Memberi ampresiasi berpa kepuasan dan kebahagiaan secara batin
·         Memberi nilai wawasan dan pengetahuan baik secara intelektual spiritual
·         Mengembangkan imajinasi diri dalam menyampaikan beragam ide serta gagasan pengalaman dalam berbagai cara
·         Memenuhi kebutuhan naluri sebagai kodrat manusia yang menyenangi keindahan
Dan banyak manfaat lainnya yang akan didapat dalam membaca karya sastra. Bahkan para peneliti di The New School di New York City telah menemukan bukti bahwa fiksi sastra meningkatkan kapasitas pembaca untuk memahami apa yang orang lain pikirkan dan rasakan.
Fiksi sastra berfokus pada psikologi karakter. Mengajarkan kita nilai-nilai tentang perilaku sosial, seperti pentingnya pemahaman mereka yang berbeda dari diri kita sendiri. Hasil penelitian  menunjukan bahwa membaca fiksi adalah pengaruh sosialisasi berharga. Bahkan mengajukan agar karya fiksi dimasukan dalam kurikulum penjara agar dapat meningkatkan fungsi sosial dan empati narapidana. 
Bahkdan Umar Bin Kahattab pernah berwasiat kepada rakyatnya, “ajarilah anak-anakmu sastra, karena sastra membuat anak yang pengecut menjadi jujur dan pemberani”. Wasiat Umar Bin Khattab menunjukan bahwa sastra mempunyai peran penting dalam pengembangan karakter anak. Sebab bacaab sastra yang imajinatif sangat berarti dalam mengajarkan dan memberikan tuntunan moralitas. Di dalamnya sarat dengan nilai-nilai yang dapat membentuk kepribadian anak. (Rohinah M Noor : 2011).
Dewasa ini bangsa Indonesia dilanda kemerosostan moral yang sangat luar biasa. Dimulai darimaraknya tindak kriminal di masyarakat, perkelahian dan pertikaian antar entis, pergaulan remaja yang menggila dan yang paling mengenaskan Indonesia memiliki pasukan ahli korupsi. Dan banyak lagi tindak amoral yang jika dibiarkan semakin membunuh karakter bangsa Indonesia yang berbudi luhur.
Hal ini mengajak kita merenung kembali mengenai pengaruh pendidikan sastra. Rohinah M. Noor dalam bukunya mengemukakan bahwa “... sastra mengasah rasa, mengolah budi, dan memekakan fikiran. Bukankan hal itu adalah cikal bakal moral?...”. Kemudian mengemukakan kembali bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalam  karya sastra diresepsi  oleh anak dan secara tidak sadar merekontruksi sikap dan kepribadian mereka. Karya sastra selain sebagai penanaman nilai-nilai karakter, juga akan merangsang imajinasi kreatifitas anak berfikir kritis melalui rasa penasaran akan jalan cerita dan metafora-metafora yang terdapat di dalamnya.



B.       Pembahasan Novel
Novel 1
a.    Judul novel             : BUMI MANUSIA
Pengarang               : Pramoedya Anata Toer
Penerbit                  : Lentera Dipantara
Halaman                 : 535
b.    Sinopsis
Bumi Manusia adalah buku pertama dari Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer yang pertama kali diterbitkan oleh Hasta Mitra pada tahun 1980. Buku ini ditulis Pramoedya Ananta Toer ketika masih mendekam di Pulau Buru. Sebelum ditulis pada tahun 1975, sejak tahun 1973 terlebih dahulu telah diceritakan ulang kepada teman-temannya.
Setelah diterbitkan, Bumi Manusia kemudian dilarang beredar setahun kemudian atas perintah Jaksa Agung. Sebelum dilarang, buku ini sukses dengan 10 kali cetak ulang dalam setahun pada 1980-1981. Sampai tahun 2005, buku ini telah diterbitkan dalam 33 bahasa. Pada September 2005, buku ini diterbitkan kembali di Indonesia oleh Lentera Dipantara.
Buku ini melingkupi masa kejadian antara tahun 1898 hingga tahun 1918, masa ini adalah masa munculnya pemikiran politik etis dan masa awal periode Kebangkitan Nasional. Masa ini juga menjadi awal masuknya pemikiran rasional ke Hindia Belanda, masa awal pertumbuhan organisasi-organisasi modern yang juga merupakan awal kelahiran demokrasi pola Revolusi Perancis.
Diawali dengan Minke, seorang pribumi keturunan bupati surabaya.Minke beruntung dapat bersekolah di... hanya dia satu satunya pribumi disana. Hal itu membuat dia b anyak bergaul dengan orang belanda. Hingga pada akhirnya dia bertemu dengan gadis cantik luar biasa, Annelies. Dia menjatuhkan cintanya  pada pandang pertama. Lelaki mana yang tidak terpikat dengan kecantikan Annelies. Bak bidadari yang turun dari kayangan. Peranakan Indo Belanda anak dari seorang Nyai Ontosoroh. Wanita tangguh yang mempunyai kekuatan, mampu mengelola beberapa perusahaan susu perah, peternakan, pertanian hingga hutan yang ia beli dan dikelola. Tidak hanya itu, Nyai Ontosoroh mempunyai kewibawaan yang luar biasa, anggun dan berpendidikan. Padahal dia hanyalah seorang Nyai tak bersekolah.
Mingke beruntung telah didipilih Annelies namun sekaligus malapetaka baginya. Memang, untuk memenangkan sang Ratu dibutuhkan pengorbanan yang luar biasa. Tidak semua orang dapat bertahan dengan keluarga yang dianggap tidak wajar ini.
Namun dengan semua ujian yang dialami Mingke, memang telah nampak ketidakadilan yang dibuat manusia. Ketidak adilan hukum pada pribumi, kalah di negeri sendiri. Yang pada akhirnya berujung pada Annelies yang dikorbankan. Dibawa oleh anak dari Tn.Mellena sebagai penggannti harta warisan. Bagaimana kisahnya? Bagaimana perjuangan Mingke dan Nyai Ontosoroh dalam memperjuangkan Annelies? Baca novel ini, banyak nilai-nilai kehidupan yang tentu didapat.

c.    Analisis novel
1)        Unsur Intrinsik
a)      Tema    : novel ini termasuk novel roman bertemakan cinta dan kedudukan manusia di bumi
b)      Tokoh  : novel ini banyak melibatkan tokoh diantaranya Mingke, Annelies, Nyai Ontosoroh, Robert, Tn. Mellena, ayah Mingke, Ibu Mingke, dll.
c)      Latar    : kota Surabaya
d)     Amanat :
Berpegang teguh pada prinsip. Kecintaan pada negeri dan Hak Asasi kemanusiaan. Semua berbaur dalam novel ini. Mengajak para pembaca untuk turut merasakan peliknya pribumi zaman dulu saat Indonesia masih berada dalam genggaman Belanda.
e)      Sudut pandang
Novel ini menggunakan sudut pandang ketiga. Yaitu penulis sebagai orang ketiga yang menguasai isi cerita, ibarat Tuhan yang tahu segala permasalahan yang terdapat dalam cerita.
2)        Pendekatan, Aliran dan Kritik Sastra
·      Pendekatan
Novel ini lebih mendekati jika pada pendekatan mimesis
Pendekatan Mimesis :
Dasar pertimbangan pendekatan mimesis adalah dunia pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri yang tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan (Abrams, 1958:8).
Pendekatan yang berupaya memahami hubungan karya sastra dengan kenyataan atau realita (Berasal dari bahasa Yunani mimesis yang berarti tiruan). Realitas : Sosial, agama, budaya, politik, dll
Pendekatan mimesis menempatkan karya sastra sebagai:
1)      produk peniruan kenyataan yang diwujudkan secara dinamis,
2)      representasi kenyataan semesta secara fiksional,
3)      produk dinamis yang kenyataan di dalamnya tidak dapat dihadirkan dalam cakupan yang ideal, dan
4)      produk imajinasi yang utama dengan kesadaran tertinggi atas kenyataan.
·      Aliran
Novel ini termasuk pada aliran romantisme dan realisme. Hal ini terlihat pada alur cerita yang menceritakan kisah romantisme antara Mingke dan Annelies. Juga tentang harapan-harapan pribumi untuk mendapat keadilan dan kehidupan yang lebih baik.
a.       Aliran romantisme
Menekankan pada ungkapan perasaan sebagai dasar perwujudan pemikiran pengarang sehingga pembaca tersentuh emosinya setelah membaca ungkapannya
b.      Aliran idealisme
Aliran dalam filsafat yang mengemukakan bahwa dunia ide, dunia cita-cita, dunia harapan adalah dunia utama yang dituju dalam pemikiran manusia
·      Kritik sastra
Novel ini bertajuk kemanusiaan yang menggugah para pembaca. Menyadarkan arti kemanusiaan, Hak Asasi manusia, keadilan dan rasa cinta pada tanah air. Dengan bahasa yang frontal tidak mengurangi estetika. Tetap dapat menyampaikan pesan yang terkandung di dalamnya. Namun alur cerita dan bahasa yang belum diadaptasi membuat pembaca sedikitnya perlu berfikir keras. Juga dengan sikap tokoh utama yang tidak bermoral yang seolah dianggap wajar dalam alur cerita.

Novel 2
a.         Judul novel           : DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH
Pengarang                        : Buya Hamka
Penerbit                : Lentera Dipantara
b.        Sinopsis
Hamid, lelaki soleh dari miskin. Awalnya keluarga Hamid kaya raya dan terpandang. Namun suatu saat mereka bangkrut dan jatuh miskin. Mereka pindah ke padang dengan rumah sederhana, tak lama kemudian sang ayah meninggal. Tinggallah Hamid dan ibu berdua menghadapi kehidupan yang susah dan melarat. Saat itu Hamid masih kecil, berumur empat tahun tepatnya. Hamid berinisiatif membantu ibu menjual kue. Mengumpulkan uang untuk sekolah yang tak kunjung terpenuhi.
Beruntung, tetangga barunya orang kaya raya nan dermawan bernama Haji Jafar dan Mak Aisyah istrinya. Mereka mempunyai satu anak bernama Zainab yang usianya sedikit di bawah Hamid. Keluarga Hamid dibantu oleh pak Haji Jafar, Hamid disekolahkan hingga tamat bersama-sama Zainab. Hamid dan Zainab selalu bersama-sama kemanapun mereka pergi layaknya adik dan kakak. Hingga tiba pada masa kelulusan. Kembali lagi tersandung dengan tradisi, adat istiadat. Ketika taman, para pemuda masih bebas untuk meneruskan sekolah kemanapun mereka mau. Namun berbeda dengan perempuan. Ketika tamat sekolah maka para perempuan akan dipingit dan dijaga ketat dari orang orang yang bukan muhrim. Para perempuan hendak disiapkan untuk menjadi istri agar segera dinikahi. Dari sini mulai Hamid merindukan zainab. Begitupun dengan zainab yang merindukan Hamid.
Sampai pada suatu hari Pak Haji Jafar meninggal. Hamid menjadi semakin jarang bertamu ke rumah Zainab. Beberapa lama setelah meninggalnya Pak Haji Jafar, keluarga Zainab khawatir akan harta keluarga yang tidak terkendali tidak ada lelaki yang memegang di rumahnya. Maka, ibu zainab menjodohkan Zainab pada kerabatnya yang dianggapnya sederajat. Zainab tentu menolak, alhasil sang ibu meminta Hamid membujuk Zainab agar mau menikah dengan pilihan ibunya. Hamid tak tega melihat Zainab, namun tak kuasa melihat ibu Zainab yang menaruh harapan pada Zainab.
Tak lama setelah itu Ibu Hamid jatuh sakit, kemudian meninggal. Sebelum meninggal ibu berpesan untuk tidak mencintai Zainab karena diam diam ibu Hamid mengetahui bahwa anaknya telah jatuh cinta pada Zainab.
Tak tahan dengan kesendirian, Hamid pergi merantau ke tempat yang jauh dan berpindah pindah. Hingga sampai ke Mekkah tempat yang sampai saat ini ia tinggal. Sebelum pergi hamid mengirim surat pada Zainab tanpa menemuinya. Surat itu berisikan curahan hati Hamid pada Zainab yang terpendam selama ini.
Dua tahun  lamanya Hamid di Mekkah, Saudi Arabia. Merenung dan mendekat pada Illahi sambil menuntut ilmu. Sampai pada suatu hari, dimana ia tidak sengaja bertemu kawan lamanya Soleh. Soleh menceritakan tentang dirinya yang telah menikah dengan Rosna yang tiada lain adalah sahabat Zainab. Soleh menceritakan percakapan Zainab dan Rosna tentang dirinya. Tentang Zainab yang mengalami sakit batin memendam rasa rindu dan cinta kepada Hamid. Hamid menjadi bimbang antara sedih dan bahagia. Kemudian ditulislah surat oleh Hamid kepada Zainab untuk memberi tahu keadaannya. Surat itu dibalas Zainab berisikan ungkapan rindu dan cinta Zainab yang hingga kini tiada putus hingga Zainab jatuh sakit mengingat akan hal itu. Senanglah Hamid.
Beberapa hari kemudian Hamid melakukan Umrah. Namun di tengah perjalanan Hamid jatuh sakit, sakitnya semakin parah ketika mendapat surat dari Rosna yang mengabarkan bahwa Zainab telah wafat. Tak lama kemudian, di bawah lindungan ka’bah Hamid pun menyusul sang kekasih ke rahmatullah.

c.    Analisis novel
1)        Unsur Intrinsik
·         Tema     : Novel ini bertemakan kasih tak sampai antara dua insan
·         Tokoh   : Beberapa tokoh dalam novel ini diantaranya Hamid, Zainab, Ibu Hamid, Alm.ayah hamid, pak Haji Jafar, ibunya zainab, Soleh, Rosna, Kiyai Arab dan sahabat hamid di arab. 
·         Latar     : berlatar tempat di padang dengan adat minang dan Mekkah tempah Hamid berpindah
·         Amanat : Kasih suci dilindungi dan dirahmati Tuhan
·         Sudut pandang : Novel ini menggunakan sudut pandang ketiga. Yaitu penulis sebagai orang ketiga yang menguasai isi cerita, ibarat Tuhan yang tahu segala permasalahan yang terdapat dalam cerita.

2)        Pendekatan, Aliran dan Kritik Sastra
·      Pendekatan :
Novel ini lebih mendekati jika pada pendekatan mimesis
Pendekatan Mimesis :
Adanya konflik batin antara budaya dan kemanusiaan. Dimana Zainab harus dipingit setelah lulus sekolah dan dinikahkan dengan pilihan ibunya tanpa mempertimbangkan perasaan Zainab. Juga tentang agama, tentang janji anak pada ibunya. Saat Hamid berjanji untuk tidak mencintai Zainab. 
Dasar pertimbangan pendekatan mimesis adalah dunia pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri yang tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan (Abrams, 1958:8).
Pendekatan yang berupaya memahami hubungan karya sastra dengan kenyataan atau realita (Berasal dari bahasa Yunani mimesis yang berarti tiruan). Realitas : Sosial, agama, budaya, politik, dll.
·      Aliran :
Novel ini beraliran romantisme dan determinisme.
a.       Aliran romantisme
Menekankan pada ungkapan perasaan sebagai dasar perwujudan pemikiran pengarang sehingga pembaca tersentuh emosinya setelah membaca uangkapannya
b.      Aliran determinisme
Menggambarkan tokoh-tokoh cerita dikuasai nasibnya, sehinggga tokoh tersebut tidak sanggup dan tidak mampu lagi keluar dari takdir yang telah jatuh pada dirinya
·      Kritik sastra :
Kasih tak sampai antara Hamid dan Zainab menunjukan ketulusan dan bersihnya cinta. Namun dalam cerita ini tidak menunjukan usaha Hamid yang mandiri dalam memperbaiki kehidupan yang signifikan. Hingga seolah memberikan kesan hamid sebagai orang shaleh yang hanya mementingkan akhirat tanpa mementingkan dunia. Hingga membuat kesan negatif sebagai orang yang hanya pasrah dengan nasib tanpa adanya usaha.
Novel 3
a.         Judul novel           : PERTEMUAN DUA HATI
Pengarang                        : NH. DINI
Penerbit                : PT.Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1991
Halaman               : 87 Halaman
b.    Sinopsis
Novel ini menceritakan tentang bu Suci. Seorang ibu guru SD dengan tiga orang anak, istri dari suami yang bekerja di Perusahaan pangangkutan sebagai ahli mesin dan pengawas bengkel. Pada suatu saat bu Suci besera keluarga memutuskan pindah dari kota kecil Purwodadi menuju kota Semarang.
Berseling dua bulan tinggal di rumah baru, Suci mendapat panggilan dari kepala sekolah. Bu Suci diminta untuk menjadi guru pengganti di tempat sekolah anaknya sambil menunggu  surat keputusan dari dinas. Namun ada kejanggalan dan kesedihan yang menimpa, anaknya sering rewel dan menangis tanpa sebab semejak pindah ke Semarang.
Beberapa hari mengajar tidak menemukan kendala semua berjalan dengan baik. Semua menunjukan kesan ramah dan baik. Namun ada satu murid bernama Waskito yang membuat penasaran. Waskito telah lama tidak masuk sekolah dan tak seorangpun yang tau penyebabnya. Begitupun dengan guru-guru. Ada dua orang murid berbincang yang seolah mengetahui menyebabnya. Setelah didesak barulah mereka menceritakan apa yang mereka ketahui. Ternyata Waskito adalah anak yang suka marah-marah dan menyakiti temannya tanpa alasan dan hal itu membuat mereka senang Waskito tidak bisa masuk sekolah.
Bu Suci bimbang dan dilema, disisi lain ia ingin mencari tahu mengenai Waskito dan menolongnya. Namun disisi lain masih banyak kepentingah di rumah yang harus ia selesaikan. Akhirnya bu Suci melakukan keduanya. Beberapa hari sibuk bolak balik sekolah dan mengantar anak ke dokter. Yang diketahui anaknya mengidap penyakit epilepsi. Bu Suci sangat tergoncang dengan kabar duka ini. Namun bu Suci tetap melakukan penyelidikan terhadap masalah Waskito. 
Bu Suci memanglah guru yang penuh dedikasi. Ia mendatangai kediaman Waskito dan mengobrol banyak dengan neneknya tentu untuk mencari tahu penyebab sikap Waskito yang anarkis dan pemarah. Ternyata diketahui Waskito anak broken home, kurangnya kasih sayang dari kedua orang tunya yang sibuk bekerja. Ia iri dengan temannya yang selalu diantar orangtua ke sekolah, maka Waskitopun melampiaskan hal itu dengan amarahnya. Namun sebenarnya ia adlaah anak yang baik.
Setelah melakukan pendekatan, maka setelah tiga bulan terlihat perubahan yang signifikan dari Waskito. Waskito rajin sekolah dan tidak pernah terlewat mengejakan tugas. Bu Sucipun terus berusaha meyakinkan teman-temannya bahwa Waskito sudah berubah.
Bu Suci adalah pendidik bertanggungjawab. Disela kesibukannya mengurusi anaknya yang sedang sakit ia bisa mengubah seorang Waskito yang dianggap sukar. Hingga pada akhirnya atas kerja keras bu Suci, kesehatan anaknyapun berangsur-angsur pulih meski harus didoping obat dan pulang sekolah lebih awal dari teman-temannya.
d.   Analisis novel
3)        Unsur Intrinsik
·      Tema           : Ketulusan dan Tanggungjawab Seorang Ibu yang merangkap sebagai guru. Kegigihan dan kerja keras demi membantu anak didik.
·      Tokoh         : Bu Suci, suami, tiga orang anak, Waskito, nenek dan Kakek Waskito, guru sekolah, guru agama, uwak, dll.
·      Latar           :
-          Latar tempat     : Berlatar tempat di rumah, Sekolah SD Semarang, Rumah Sakit, Kota Purwodadi.
-          Latar waktu      : pagi, siang, sore dan malam.
-          Suasana             : sedih, priharin, kesal, bahagia
·      Amanat       :
novel ini mengingatkan para pembaca agar memberikan kasih sayang seutuhnya pada anak. Juga guru terhadap murid. Mengejarkan arti kesabaran dan ketulusan serta kerja keras tanpa putus asa.
·      Sudut pandang :
novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama. Dengan menyebut dirinya sebagai “aku”.
2)        Pendekatan,aliran dan kritik sastra
·      Pendekatan
Novel ini mendekati pendekatan psikologis, dimana novel ini menjelaskan bagaimana memahami dan menangani Waskito, anak bermasalah dengan sikap yang ternyata dilatarbelakangi dari keluarga yang broken home. Kurangnya kasih sayang dari orangtua membuat Waskito selalu iri dengan teman-temannyayang kemudian marah tanpa alasan sebagai cara mengungkapkan perasaannya.
·      Aliran
Novel ini beraliran ekspresionisme.
Aliran ekspresionisme :
Mementingkan curahan batin atau curahan jiwa dan tidak mementingan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang nyata. Ekspresi batin yang keras dan meledak-ledak. Biasa dianggap sebagai pernyataan atau sikap pengarang.

·      Kritik sastra
Novel ini mengajak para pendidik, untuk tulus mendidik murid dan memberikan kasih sayang dan tanggungjawab seutuhnya seperti pada anak sendiri. Kegigihan dan ketabahan Bu Suci menjadi contoh semangat pendidik yang tinggi di tengah masalah keluarga yang melanda.
Novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama dimana Bu Suci sebagai pelaku atau sebagai aku sehingga alur cerita dan semua pandangan terbatas bergantung pada pengalaman si “aku”.



Novel 4
a.         Judul novel           : MOGA BUNDA DISAYANG ALLAH
Pengarang                        : Tere Liye
Penerbit                : Republika
Halaman               : 246
b.        Sinopsis
Novel karya TERE LIYE ini di angkat dari kisah nyata yang paling mengharukan, dan di tulis kembali dari Film yang terbaik sepanjang masa. 
“Karang” dia adalah seorang anak yatim piatu yang tidak pernah mengenal Orangtuanya, dia dibesarkan oleh sepasang pecinta anak anak yang tidak pernah memiliki anak sendiri. Masa kecilnya yang ukrang beruntung itu membuat dendam dalam diri Karang. Dia dendam untuk janji – janji kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sepeninggalan Ayah angkatnya, dia bersama teman – temannya melanjutkan misi Ayah angkatnya tersebut. Karang mendirikan banyak taman bacaan untuk anak – anak yang kurang beruntung. Karang selalu memotivasi mereka dengan janji – janji kehidupan yang lebih baik. 
Karang di kenal sebagai pecinta anak, Pandai membuat cerita yang sarat akan motivasi, bahkan dia bisa membuat anak yang menangis diam sekejap hanya dengan sentuhan lembutnya. Bahkan dengan motivasi yang membakar semangat pendengarnya, seorang anak kecil yang terkena lumpuh bisa sembuh dan berlari riang.
Namun karena sebuah peristiwa saat liburan, di tengah lautan luas, di atas perahu kecil yang diterpa badai. Membuat belasan anak asuhnya meninggal sia – sia, termasuk Qintan, wanita kecil yang dengan semangat dari Karang bisa sembuh dari sakit Lumpuhnya bahkan bisa berlari. Disaat yang sama, seorang anak kecil yang tengah liburan dengan kedua orangtuanya serta pengasuhnya juga terkena musibah. Kecil awalnya, tapi menjadi inti dalam cerita ini. Dia ‘Melati’ gadis berumur 3 tahun yang begitu riang dengan suasana pantai. Berlari riang rambut ikalnya bergerak ke kanan ke kiri, jika tertawa gigi kelincinya terlihat semakin lucu dengan mata yang bening bagai biji buah leci. Namun seketika kebahagiaan itu pudar, karena melati terjatuh saat kepalanya terhantam piring terbang berukuran kecil. Yahh… kecil.
Dari kejadian itu melati mengalami kebutaan, jikalau hanya buta dia masih bisa melihat dunia dengan telinga, tapi lambat laun melati juga tuli, Jikalau saja melati hanya tuli, mungkin dia bisa melihat dunia dengan Mata dan mulut, Tapi Melati, Buta, Tuli sekaligus Bisu, hanya karena jatuh saat terhantam piring terbang saja.
Seketika kehidupan keluarga HK  berubah 100%. Melati sering mengamuk hingga umurnya yang menginjak 6 tahun. 3 tahun Melati hanya merasakan Senyap, Sepi dan kosong. Berbagai usaha sudah di lakukan Bunda untuk kesembuhan Melati, tapi kenyataanya Melati mustahil untuk sembuh, bahkan beberapa Dokter malah menyebut Melati sudah Gila karena sering mengamuk
Kejadian 3 Tahun lalu juga membuat Karang menyalahkan diri, meski sebenarnya Hakim memutuskan Karang tidak bersalah. Tapi karang tetap menyalahkan dirinya, mengurung di kamar tua tempat Ibu asuhnya yang tinggal sendiri. Bukan hanya itu, kehidupan Karang juga berubah 100%, dari pribadi yang baik, pecinta anak, kini menjadi manusia Batman, karena selalu keluar malam untuk mabuk mabukan dan waktu pagi hingga sore di gunakannya untuk tidur di kamar tuanya yang semakin pengap karena jendela yang jika dibuka pemandangan pantai akan terlihat mempesona, malah selalu tertutup rapat, tidak pernah dibuka.
Cerita sederhana, namun mengangkat topik luar biasa. Bagaimana seorang Karang yang tidak memiliki pendidikan formal tentang anak berhasil mengajari Melati untuk mengerti dunia dan sekitarnya. Karang hanya bermodalkan cinta, cintanya pada anak-anak membuat pemuda itu sepenuhnya mengerti apa yang dirasakan oleh anak-anak.
Novel ini mengajarkan kasih sayang kepada sesama dan kasih sayang seorang ibu yang penuh kesabaran dan pantang menyerah mendampingi anaknya yang memiliki keterbatasan.
c.    Analisis novel
1)      Unsur Intrinsik
·      Tema           : Kasih Sayang dan Kesabaran
·      Tokoh         : Karang, Melati, Ibu Karang, Ibu Melati, Ayah Melati, Kinarsih, Salamah, Qintan, Dokter, dll. 
·      Latar           : Pantai, Bukit, Perkotaan
·      Amanat : Banyak nilai-nilai yang dapat diambil dari cerita dalam novel ini. Novel ini mengajarkan kita tentang kasih sayang, rasa tulus, kesabaran, dan selalu berusaha tanpa putus asa. Mengajarkan tentang nilai-nilai dan hak asasi kemanusiaan. Sungguh mengharukan. 
·      Sudut pandang : Cerita dalam novel ini menggunakan sudut pandang ketiga. Yaitu membuat penulis sebagai orang ketiga yang mengetahui keseluruhan isi cerita.
2)      Pendekatan,aliran dan kritik sastra
·      Pendekatan :
Novel ini menggunakan pendekatan psikologis. Tentang rasa bersalah seorang Karang yang berujung pada perilaku arogan dan urakan selama bertahun-tahun. Berjuang melawan tekanan yang mengganggu dan terus masuk dalam mimpi-mimpinya. Juga gadis kecil Melati yang buta tuli dan bisu, penuh tekanan dengan segala penderitaan. Hidup namun seperti mati, hidup tanpa dapat melihat kehidupan.
·      Aliran :
Novel ini termasuk karya sastra beraliran impresionisme :
Memusatkan perhatian pada apa yang terjadi dalam batin tokoh utama. Impresionisme lebih mengutamakan pemberian kesan/pengaruh kepada perasaan daripada kenyataan atau keadaan yang sebenarnya.
·      Kritik sastra :
Novel ini menyentuh, menggugah para pembaca. Menyadarkan arti usaha yang sesungguhnya. Kesabaran dan keteguhan. Namun dalam penulisan cerita banyak kata-kata yang sebenarnya tidak perlu sehingga membuat pembaca merasa bosan dan keluar dari rasa empati yang telah dibangun
Novel 5
a.    Judul novel : TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK
Pengarang   : Buya Hamka
Sutradara    : Sunil Soraya
Durasi         : 225 menit
b.    Sinopsis
Film ini merupakan film adaptasi dari novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Buya Hamka. Menceritakan mengenai kasih tak sampai antara dua insan dikarenakan budaya serta hukum adat istiadat yang amat kental yakni budaya Minangkabau (Padang) dengan Bugis (Makasar).
Zainudin adalah anak yatim piatu peranakan Minangkabau dan Bugis. Ayahnya suku minangkabau asli. Dia meninggal saat diasingkan ke Makasar karena telah membunuh seorang kerabat karena masalah warisan. Ibu Zainudin yang asli bugis wafat sebelum ayahnya.
Mulanya zainudin tinggal bersama Mak Base yang merupakan teman ayahnya. Kemudian pindah ke Batipuh Sumatra barat. Budaya masyarakat di Minangkabau dan Makasar pada saat itu sangat menganggap rendah seorang Zainudin. Zainudin dianggap bukan bagian dari suku mereka seutuhnya. Zainudin mendapat perlakuan yang buruk dari kedua budaya masyarakat.
Hingga pada akhirnya Zainudin mendapat satu satunya teman yang hendak menerima dia apa adanya yakni Hayati. Hayati perempuan yang dianugerahi kecantikan yang luar biasa, keelokan parasnya membuat semua lelaki menginginkannya, namun anak dari bangsawan Minangkabau ini tetap rendah hati sopan dan berbudi baik. Mereka kemudian menjadi sangat dekat sampai mereka merasakan cinta satu sama lain.Namun saat zainudin hendak melamar hayati, dia mendapat pertentangan luar biasa dari keluarga Hayati dan Masyarakat Minangkabau. Mereka berkata Zainudin tidak pantas mendampingi Hayati karena zainudin bukan orang Minangkabau asli karena ibunya orang Makasar. Kecewa, Zainudin pindah ke Padangpanjang yang berjarak 10 Km dari batipuh namun tetap dengan selalu surat meyutar dengan hayati.
Suatu saat Hayati pergi ke Padangpanjang beberapa hari untuk mengunjungi temannya Khadidjah, sekaligus ingin bertemu dengan zainudin. Aziz (dalam film inidiperankan oleh Reza Rahardian), kakak Khadijah melihat Hayati dan terpesona dengan kecantikannya. Zainudin dan Aziz bersaing untuk mendapatkan Hayati. Namun apalah dikata, adat memanglah adat tidak menghiraukan perasaan manusia. Keluarga Hayati lebih menerima Aziz untuk menjadi suami Hayati yang memang dipandang lebih pantas karena asli Minangkabau dari keluarga kaya. Zainudin benar-benar merasa tak teradili dan jatuh sakit.
Zainudin bersama Muluk sahabatnya mengembara ke pulau Jawa, Batavia dan Surabaya. Disana dia mengembangkan bakat menulisnya. Hingga akhirnya Zainudin menjadi penulis terkenal dan kaya raya.
Dengan alasan pekerjaan Hayati dan Aziz pindah ke Surabaya. Disana mereka bertemu kembali dengan Zainudin. Seiring waktu, rumah tangga Hayati bangkrut karena ulah Aziz bermain judi. Akhirnya dengan terpaksa mereka menginap di rumah zainudin. Aziz merasa bersalah dan bunuh diri. Hayati mengungkapkan permohonan maaf pada Zainudin dan mengungkapakan Cintanya yang hingga kini masih tersimpan. Namun Zainudin menolak dan meminta Hayati pulang kembali ke Batipuh.
Hayati menaiki Kapal Van Der Wijck dengan foto Zainudin yang selalu dipegangnya. Hingga akhirnya kapal Van Der Wijck Tenggelam. Zainudin yang masih sangat mencintai Hayati sangat terpukul, dan mencari Hayati di Rumah Sakit. Dan disanal dua insan menyatakan dan menyatukan cinta sebelum Hayati meninggal dunia.

c.    Analisis novel
1)      Unsur Intrinsik
·      Tema           : masih sama dengan novel sebelumny, novel ini berceritakan tentang kasih tak sampai terpisahkan karena tradisi dan adat masyarakat
·      Tokoh : novel ini melibatkan banyak tokoh diantaranya Zainudin, Hayati, Aziz, Khadidjah, Muluk, dll.
·      Latar           : berlatar tempat di Sumatra (Minangkabau dan Makasar) dan jawa ( Batavia dan Surabaya)
·      Amanat : film adaptasi novel ini mengandung banyak makna dan amanat yang dapat dipetik. Novel ini mengandung nilai moral yang sangat tinggi. Mengajak pembaca/penonton menyadari mengenai kedudukan manusia yang hendaknya tiada perbedaan. Semua manusia sama di mata Tuhan. Juga mengajarjan tentang kesetiaan yang teikat dalam janji.
·      Sudut pandang       : film adaptasi novel ini menggunakan sudut pandang orang ke tiga tunggal karena menyebutkan dan menceritakan secara langsung karakter pelakunya secara gamblang. Bisa dilihat pada penggelana cerita berikut :
“mula-mula datang, sangatlah gembira hati Zainudin telah sampai ke negeri yang selama ini jadi kenang-kenangannya.”

2)        Pendekatan,aliran dan kritik sastra
·      Pendekatan :
Adapun karya sastra novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck lebih mendekati pada pendekatan mimetik. Berikut penjelasannya :
Minangkabau memiliki adat yang berbeda dengan bangsa lain, jika di daerah lain bangsa diambil dari ayah (patrilinear), maka masyarakat Minangkabau kebangsaan mereka diambil dari ibu (matrilinear). Kekeluargaan diambil dari garis matrilinear, harta warisan pada dasarnya diturunkan dari ibu pada anak perempuan. Anak yang lahir dari perkawinan tergolong ke dalam keluarga istri, dan suami tinggal di keluarga istrinya, tetapi masih merupakan orang di luar rumah itu (Teeuw, 1980:83). Pengertian bangsa diambil dari ibu, bukan berarti ibulah yang menguasai bangsanya, hanya saja anak laki-laki yang mempunyai saudara wanita itu lebih beruntung, karena menurut adat Minangkabau wanitalah yang bisa menjaga harta dan benda. Seperti pada kutipan berikut
“... amatlah malangnya seorang laki-laki jika tidak mempunyai saudara perempuan yang akan menjaga harta benda, sawah yang berjenjang, bandar buatan, lumbung berpereng, dan juga ruman nan gadang..” (Hamka, 1939)
Dalam novel ini, Zainudin mrupakan anak dari seorang buangan yang menikah dengan wanita Makasar. Kedatangannya ke Minangkabau tidak mendapat respon yang baik dari masyarakatnya, meskipun mengalir dalam diri Zainudin darah Minangkabau tetap saja Zainudin bukan menjadi bagian dari mereka, Zainudin adalah orang asing, terlebih ayahnya yang tidak mempunyai saudara perempuan. Karena bangsa mereka diambil dari ibu. Betapa Zainudin tersingkirkan, diajuhi dan diasingkan dari tanah nenek moyangnya. Bukan hanya dari saudara-saudaranya saja Zainudin tersingkirkan, tapi juga dari masyarakat sekitar,keberadaannya disana tidak dianggap, pasalnya Zainudin tidak mempunyai kewenangan disana karena garis keturunannya yang tidak jelas.
Menurut adat minangkabau gadisnya tidak boleh menikah dengan pemuda bukan orang minangkabau. Terlihat dalam novel ini saat mamaknya atas kesepakatan bersama, demi menjunjung harga diri maka mamaknya menolak pinangan Zaiudin dan memilih pinangan Aziz yang mempunyai darah Minangkabau tulen. Karena selain menjadi pembimbing, mamak juga mempunyai kekuasaan terhadap harta kemenakannya yang sudah ditinggal mati keluarganya. Mamak menjadi pembimbing pada anak bujangnya untuk mempersiapkan pusaka yang berperan sebagai penunjang dan pengembangan sumber-sumber kehidupan anak-anaknya. Sedangakan terhadap kemenakan perempuannya mamak memberikan bimbingan untuk persiapan menyambut waris bejawat dan persiapan untuk melanjutkan keturunan.
Novel ini menunjukan bagaimana masyarakat Minangkabau begitu memperhatikan harga diri dan juga garis keturunan. Betapa kokohnya mereka menjaga adat mereka yang mereka jadikan panduan hidup, bahkan mereka tidak rela jika adat mereka sampai rusak, tidak boleh lekang oleh panas dan tidak boleh lapuk oleh hujan.
Namun kekokohan itulah yang akan menjadi konfik manusia dalam menjalin hubungan dengan orang luar, karena mereka masih terpenjara dalam pemikiran yang dianggap kuno. Maka apalah daya, paraturan tetaplah peraturan. Zaman tidak menjadi masalah karena kokohnya adat itulah yang akan tetap menjaga nama baik mereka.
·      Aliran :
Adapun film atau novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck termasuk ke dalam aliran idealisme, romantisme, dan mistisime.
Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck termasuk aliran idealisme karena di dalam novel tersebut mengadung banyak pengeharapan mengenai sebuah keadaan adat yang mengekang perasaan antara dua insan.  Harapan mengenai takdir yang telah diberikan sebagai anak dari dua orang yang berbeda suku dan adat istiadat.
Novel ini juga dapat dikatakan termasuk karya sastra romantisme. Karena jelas sekali dalam cerita tersebut menampilkan kisah kasih tak sampai antara Zainudin dan Hayati. Sebuah romantisme percitaan dengan janji-janji yang tertata dalam kalimat indah. Mengenai kesetiaan yang terjaga hingga mati. Tak tertinggal juga tentang rasa sakit dan pengkhianatan. Bukan karena hati yang berpaling melainkan keadaan adat dan tuntutan sang leluhur yang memaksa.
Sedangkan pertimbangan novel ini juga beraliran mistisisme, terlihat pada unsur-unsur kebuadayaan yang kental dimana dalam adat tersebut tidak diperkenankan menikahi orang tidak sesuku, sesuku disana diambil dari keturunan ibu. Jika tidak, maka keluarganya tidak akan berkah. Walalupun aqidah agama sangat kental namun ada beberapa hal yang memang di luar agama, yaitu tentang keturunan yang diambil dari garis ibu. Semua kekuasaan tertumpu pada wanita. Inilah yang menjadi gejolak antara agama dan kebudayaan.
·      Kritik :
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck merupakan salah satu karya terbaik dari Buya Hamka. Dengan alur cerita yang menggugah, mendobrak paradigma masayarakat pada masa itu.
Begitupun dengan film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, adaptasi novel yang diproduksi oleh manajemen Sunil Soraya. Film ini berhasil membuat penonton terkagum kagum dengan sastra. Bahasa sastra indah dan penuh makna membuat cerita semakin mendalam menyentuh kalbu. Juga perpindahan yang  halus begitu tenang. Para tokohpun diperankan dengan baik membuat cerita semakin nyata.
Mengangkat corak budaya Indonesia dengan keindahannya hingga membelut sebuah konflik pergejolakan antara kebudayaan, kemanusiaan, harga diri, dan agama. Antara ketaatan pada sang leluhur dan mentaati sebuah aturan dalam adat dengan mempertahankan cinta pada insan yang merupakan fitrah dari yang Kuasa.
Dengan adanya film ini tentu membuat apresiasi tersendiri bagi dunia sastra yang selama ini terlupakan.
Namun ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian. Berbeda yang cerita pada novel, film ini menimbulkan beberapa keganjalan-keganjalan yang menibulkan asumsi negatif di masyarakat. Pertama pada alur cerita yang salah fokus. Dalam cerita ini mengajak pembaca untuk lebih mengenal adat budaya masyarakat Mianngkabau yang menganut sistem Matrilinear dimana kebangsaan bergantung pada garis keturunan ibu. Dan mamak (ibu/perempuan) pula lah yang memegang andil dalam membimbing anak-anaknya untuk pernikahan. Juga perempuanlah yang dianggap dapat menjaga harta banda keluarganya.
Kokohnya masyarakat memeluk adatnya mengakibatkan konfik. Adanya batasan pada hubungan antar sesama terutama suku luar miangkabau. Bangsa Minangkabau, diharuskan menikah dengan sesuku. Sangatlah diharamkan menikahi luar suku minangkabau. Bahkan, orang luar Minangkabau hendaknya dihindari dan disingkirkan dari pergaulan. Ini tentu menjadi kendala selain dalam persoalan cinta, juga persoalan terhadap kemanusiaan. Dan itu pula yang menjadi salah satu penyebab tidak berkembangnya pemikiran dalam budaya.
Sayangnya dalam fil ini, hanya memfokuskan pada kasih tak sampai Zainudin dan pengkhianatan Hayati terhadap janji-janji yang telah ia ucapkan pada Zainudin. Padahal, lebih bagus jika unsur-unsur budayanya diperjelas dengan mangangkat budaya Minangkabau itu sendiri.
Kemudian dalam pakaian yang dipakai Hayati. Hal itupun mendapat kritikan dari para pembaca novel dan bangsa Minangkabau. Dimana dalam cerita, hayati adalah gadis lugu dan solehah. Tidak pernah menggunakan gaun-gaun terbuka seperti yang digambarkan pada film.


C.      Kesimpulan
Sastra adalah pedoman hidup bagi masyarakat. Sastra memberikan pendidikan karakter dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dengan bahasa indah yang membangun dan menginspirasi. Membuat para pembaca ikut terkubur dalam alur cerita. Hal ini membuktikan bahwa karya sastra novel dapat melatih kepekaan dan membangun rasa empati seseorang.
Apa yang dibaca seseorang akan mempengaruhi pola perilaku pembaca. Otak akan menyerap dan merespon dengan menilai alur cerita dengan menerima apa saja segala unsur dalam cerita. Bacaan yang baik akan memberikan pendidikan yang baik bagi pembaca.
Sastra mengajarkan kehidupan dari sisi yang berbeda. Melalui sastra, kecerdasan Intelektual, emosional dan spiritual seseorang dapat diasah. Bagi dunia pendidikan anak, pendidikan sastra sangatlah penting karena sastra akan menjadi fondasi dalam pembentukan karakter siswa. Sastra mengasah rasa, mengolah budi, dan memekakan fikiran. Maka perbanyak membaca sastra dan coba mencipkatan sastra yang memberikan inspirasi kepada orang lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar