Bumi Manusia (Pramoedya Anata Toer)
Di Bawah Lindungan Ka’bah (Buya Hamka)
Pertemuan Dua Hati (Nh.Dini)
Moga Bunda Disayang Allah (Tere Liye)
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (Buya
Hamka)
A. Latar Belakang
Sastra
merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangannya terhadap lingkungan
sosial yang berada disekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra
hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra
sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan hanya sekadar
cerita khayal atau angan-angan dari pengarang saja, melainkan wujud dari
kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam
pikirannya.
Membaca
sastra dianggap sebagai kegiatan dalam memahami suatu hal dari apa yang ditulis
baik dengan melisankan atau hanya diresapi dalam hati. Karya sastra memberikan
nilai-nilai kehidupan manusia yang terjadi melalui tokoh cerita, peristiwa dan
gagasan yang muncul.
Begitu
banyak manfaat yang didapat dalam membaca sebuah karya sastra. Berikut beberapa
manfaat membaca karya sastra :
· Karya sastra memberi pemahaman terhadap orang tentang
kebenaran hidup
· Memberi ampresiasi berpa kepuasan dan kebahagiaan
secara batin
· Memberi nilai wawasan dan pengetahuan baik secara
intelektual spiritual
· Mengembangkan imajinasi diri dalam menyampaikan
beragam ide serta gagasan pengalaman dalam berbagai cara
· Memenuhi kebutuhan naluri sebagai kodrat manusia yang
menyenangi keindahan
Dan
banyak manfaat lainnya yang akan didapat dalam membaca karya sastra. Bahkan
para peneliti di The New School di New York City telah menemukan bukti bahwa
fiksi sastra meningkatkan kapasitas pembaca untuk memahami apa yang orang lain
pikirkan dan rasakan.
Fiksi
sastra berfokus pada psikologi karakter. Mengajarkan kita nilai-nilai tentang
perilaku sosial, seperti pentingnya pemahaman mereka yang berbeda dari diri
kita sendiri. Hasil penelitian menunjukan bahwa membaca fiksi adalah
pengaruh sosialisasi berharga. Bahkan mengajukan agar karya fiksi dimasukan
dalam kurikulum penjara agar dapat meningkatkan fungsi sosial dan empati
narapidana.
Bahkdan
Umar Bin Kahattab pernah berwasiat kepada rakyatnya, “ajarilah anak-anakmu
sastra, karena sastra membuat anak yang pengecut menjadi jujur dan pemberani”.
Wasiat Umar Bin Khattab menunjukan bahwa sastra mempunyai peran penting dalam
pengembangan karakter anak. Sebab bacaab sastra yang imajinatif sangat berarti
dalam mengajarkan dan memberikan tuntunan moralitas. Di dalamnya sarat dengan
nilai-nilai yang dapat membentuk kepribadian anak. (Rohinah M Noor : 2011).
Dewasa
ini bangsa Indonesia dilanda kemerosostan moral yang sangat luar biasa. Dimulai
darimaraknya tindak kriminal di masyarakat, perkelahian dan pertikaian antar
entis, pergaulan remaja yang menggila dan yang paling mengenaskan Indonesia
memiliki pasukan ahli korupsi. Dan banyak lagi tindak amoral yang jika
dibiarkan semakin membunuh karakter bangsa Indonesia yang berbudi luhur.
Hal
ini mengajak kita merenung kembali mengenai pengaruh pendidikan sastra. Rohinah
M. Noor dalam bukunya mengemukakan bahwa “... sastra mengasah rasa, mengolah
budi, dan memekakan fikiran. Bukankan hal itu adalah cikal bakal moral?...”.
Kemudian mengemukakan kembali bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalam karya
sastra diresepsi oleh anak dan secara tidak sadar merekontruksi
sikap dan kepribadian mereka. Karya sastra selain sebagai penanaman nilai-nilai
karakter, juga akan merangsang imajinasi kreatifitas anak berfikir kritis
melalui rasa penasaran akan jalan cerita dan metafora-metafora yang terdapat di
dalamnya.
B. Pembahasan Novel
Novel 1
a. Judul novel :
BUMI MANUSIA
Pengarang :
Pramoedya Anata Toer
Penerbit :
Lentera Dipantara
Halaman :
535
b. Sinopsis
Bumi
Manusia adalah buku pertama dari Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer yang pertama kali diterbitkan oleh Hasta Mitra pada
tahun 1980.
Buku ini ditulis Pramoedya Ananta Toer ketika masih mendekam di Pulau Buru.
Sebelum ditulis pada tahun 1975, sejak tahun 1973 terlebih dahulu telah diceritakan ulang kepada
teman-temannya.
Setelah
diterbitkan, Bumi Manusia kemudian dilarang beredar setahun
kemudian atas perintah Jaksa Agung. Sebelum dilarang, buku ini sukses dengan 10 kali
cetak ulang dalam setahun pada 1980-1981. Sampai tahun 2005, buku ini telah
diterbitkan dalam 33 bahasa. Pada September 2005, buku ini diterbitkan kembali di Indonesia oleh Lentera Dipantara.
Buku
ini melingkupi masa kejadian antara tahun 1898 hingga tahun 1918, masa ini adalah masa munculnya pemikiran politik etis dan
masa awal periode Kebangkitan Nasional. Masa ini juga menjadi awal masuknya pemikiran
rasional ke Hindia Belanda, masa awal pertumbuhan organisasi-organisasi modern
yang juga merupakan awal kelahiran demokrasi pola Revolusi Perancis.
Diawali
dengan Minke, seorang pribumi keturunan bupati surabaya.Minke beruntung dapat
bersekolah di... hanya dia satu satunya pribumi disana. Hal itu membuat dia b
anyak bergaul dengan orang belanda. Hingga pada akhirnya dia bertemu dengan
gadis cantik luar biasa, Annelies. Dia menjatuhkan cintanya pada
pandang pertama. Lelaki mana yang tidak terpikat dengan kecantikan Annelies.
Bak bidadari yang turun dari kayangan. Peranakan Indo Belanda anak dari seorang
Nyai Ontosoroh. Wanita tangguh yang mempunyai kekuatan, mampu mengelola
beberapa perusahaan susu perah, peternakan, pertanian hingga hutan yang ia beli
dan dikelola. Tidak hanya itu, Nyai Ontosoroh mempunyai kewibawaan yang luar
biasa, anggun dan berpendidikan. Padahal dia hanyalah seorang Nyai tak
bersekolah.
Mingke
beruntung telah didipilih Annelies namun sekaligus malapetaka baginya. Memang,
untuk memenangkan sang Ratu dibutuhkan pengorbanan yang luar biasa. Tidak semua
orang dapat bertahan dengan keluarga yang dianggap tidak wajar ini.
Namun
dengan semua ujian yang dialami Mingke, memang telah nampak ketidakadilan yang
dibuat manusia. Ketidak adilan hukum pada pribumi, kalah di negeri sendiri.
Yang pada akhirnya berujung pada Annelies yang dikorbankan. Dibawa oleh anak
dari Tn.Mellena sebagai penggannti harta warisan. Bagaimana kisahnya? Bagaimana
perjuangan Mingke dan Nyai Ontosoroh dalam memperjuangkan Annelies? Baca novel
ini, banyak nilai-nilai kehidupan yang tentu didapat.
c. Analisis novel
1) Unsur Intrinsik
a) Tema : novel ini termasuk novel
roman bertemakan cinta dan kedudukan manusia di bumi
b) Tokoh : novel ini banyak melibatkan tokoh
diantaranya Mingke, Annelies, Nyai Ontosoroh, Robert, Tn. Mellena, ayah Mingke,
Ibu Mingke, dll.
c) Latar : kota Surabaya
d) Amanat :
Berpegang teguh pada prinsip. Kecintaan
pada negeri dan Hak Asasi kemanusiaan. Semua berbaur dalam novel ini. Mengajak
para pembaca untuk turut merasakan peliknya pribumi zaman dulu saat Indonesia
masih berada dalam genggaman Belanda.
e) Sudut pandang
Novel ini menggunakan sudut pandang
ketiga. Yaitu penulis sebagai orang ketiga yang menguasai isi cerita, ibarat
Tuhan yang tahu segala permasalahan yang terdapat dalam cerita.
2) Pendekatan, Aliran dan Kritik Sastra
· Pendekatan
Novel ini lebih mendekati jika pada
pendekatan mimesis
Pendekatan
Mimesis :
Dasar pertimbangan pendekatan mimesis
adalah dunia pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri yang tidak bisa
mewakili kenyataan yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan
(Abrams, 1958:8).
Pendekatan yang berupaya memahami hubungan
karya sastra dengan kenyataan atau realita (Berasal dari bahasa Yunani mimesis yang
berarti tiruan). Realitas : Sosial, agama, budaya, politik, dll
Pendekatan mimesis menempatkan karya
sastra sebagai:
1) produk peniruan kenyataan yang diwujudkan secara dinamis,
2) representasi kenyataan semesta secara fiksional,
3) produk dinamis yang kenyataan di dalamnya tidak dapat
dihadirkan dalam cakupan yang ideal, dan
4) produk imajinasi yang utama dengan kesadaran tertinggi
atas kenyataan.
· Aliran
Novel ini termasuk pada aliran romantisme
dan realisme. Hal ini terlihat pada alur cerita yang menceritakan kisah
romantisme antara Mingke dan Annelies. Juga tentang harapan-harapan pribumi
untuk mendapat keadilan dan kehidupan yang lebih baik.
a. Aliran romantisme
Menekankan pada ungkapan perasaan sebagai
dasar perwujudan pemikiran pengarang sehingga pembaca tersentuh emosinya
setelah membaca ungkapannya
b. Aliran idealisme
Aliran dalam filsafat yang mengemukakan
bahwa dunia ide, dunia cita-cita, dunia harapan adalah dunia utama yang dituju
dalam pemikiran manusia
· Kritik sastra
Novel ini bertajuk kemanusiaan yang
menggugah para pembaca. Menyadarkan arti kemanusiaan, Hak Asasi manusia,
keadilan dan rasa cinta pada tanah air. Dengan bahasa yang frontal tidak
mengurangi estetika. Tetap dapat menyampaikan pesan yang terkandung di
dalamnya. Namun alur cerita dan bahasa yang belum diadaptasi membuat pembaca
sedikitnya perlu berfikir keras. Juga dengan sikap tokoh utama yang tidak
bermoral yang seolah dianggap wajar dalam alur cerita.
Novel 2
a. Judul
novel : DI
BAWAH LINDUNGAN KA’BAH
Pengarang :
Buya Hamka
Penerbit :
Lentera Dipantara
b. Sinopsis
Hamid,
lelaki soleh dari miskin. Awalnya keluarga Hamid kaya raya dan terpandang.
Namun suatu saat mereka bangkrut dan jatuh miskin. Mereka pindah ke padang
dengan rumah sederhana, tak lama kemudian sang ayah meninggal. Tinggallah Hamid
dan ibu berdua menghadapi kehidupan yang susah dan melarat. Saat itu Hamid
masih kecil, berumur empat tahun tepatnya. Hamid berinisiatif membantu ibu
menjual kue. Mengumpulkan uang untuk sekolah yang tak kunjung terpenuhi.
Beruntung,
tetangga barunya orang kaya raya nan dermawan bernama Haji Jafar dan Mak Aisyah
istrinya. Mereka mempunyai satu anak bernama Zainab yang usianya sedikit di
bawah Hamid. Keluarga Hamid dibantu oleh pak Haji Jafar, Hamid disekolahkan
hingga tamat bersama-sama Zainab. Hamid dan Zainab selalu bersama-sama
kemanapun mereka pergi layaknya adik dan kakak. Hingga tiba pada masa
kelulusan. Kembali lagi tersandung dengan tradisi, adat istiadat. Ketika taman,
para pemuda masih bebas untuk meneruskan sekolah kemanapun mereka mau. Namun
berbeda dengan perempuan. Ketika tamat sekolah maka para perempuan akan
dipingit dan dijaga ketat dari orang orang yang bukan muhrim. Para perempuan
hendak disiapkan untuk menjadi istri agar segera dinikahi. Dari sini mulai
Hamid merindukan zainab. Begitupun dengan zainab yang merindukan Hamid.
Sampai
pada suatu hari Pak Haji Jafar meninggal. Hamid menjadi semakin jarang bertamu
ke rumah Zainab. Beberapa lama setelah meninggalnya Pak Haji Jafar, keluarga
Zainab khawatir akan harta keluarga yang tidak terkendali tidak ada lelaki yang
memegang di rumahnya. Maka, ibu zainab menjodohkan Zainab pada kerabatnya yang
dianggapnya sederajat. Zainab tentu menolak, alhasil sang ibu meminta Hamid
membujuk Zainab agar mau menikah dengan pilihan ibunya. Hamid tak tega melihat
Zainab, namun tak kuasa melihat ibu Zainab yang menaruh harapan pada Zainab.
Tak
lama setelah itu Ibu Hamid jatuh sakit, kemudian meninggal. Sebelum meninggal
ibu berpesan untuk tidak mencintai Zainab karena diam diam ibu Hamid mengetahui
bahwa anaknya telah jatuh cinta pada Zainab.
Tak
tahan dengan kesendirian, Hamid pergi merantau ke tempat yang jauh dan
berpindah pindah. Hingga sampai ke Mekkah tempat yang sampai saat ini ia
tinggal. Sebelum pergi hamid mengirim surat pada Zainab tanpa menemuinya. Surat
itu berisikan curahan hati Hamid pada Zainab yang terpendam selama ini.
Dua
tahun lamanya Hamid di Mekkah, Saudi Arabia. Merenung dan mendekat
pada Illahi sambil menuntut ilmu. Sampai pada suatu hari, dimana ia tidak
sengaja bertemu kawan lamanya Soleh. Soleh menceritakan tentang dirinya yang
telah menikah dengan Rosna yang tiada lain adalah sahabat Zainab. Soleh
menceritakan percakapan Zainab dan Rosna tentang dirinya. Tentang Zainab yang
mengalami sakit batin memendam rasa rindu dan cinta kepada Hamid. Hamid menjadi
bimbang antara sedih dan bahagia. Kemudian ditulislah surat oleh Hamid kepada
Zainab untuk memberi tahu keadaannya. Surat itu dibalas Zainab berisikan
ungkapan rindu dan cinta Zainab yang hingga kini tiada putus hingga Zainab
jatuh sakit mengingat akan hal itu. Senanglah Hamid.
Beberapa
hari kemudian Hamid melakukan Umrah. Namun di tengah perjalanan Hamid jatuh
sakit, sakitnya semakin parah ketika mendapat surat dari Rosna yang mengabarkan
bahwa Zainab telah wafat. Tak lama kemudian, di bawah lindungan ka’bah Hamid
pun menyusul sang kekasih ke rahmatullah.
c. Analisis novel
1) Unsur Intrinsik
· Tema : Novel ini
bertemakan kasih tak sampai antara dua insan
· Tokoh : Beberapa tokoh dalam novel
ini diantaranya Hamid, Zainab, Ibu Hamid, Alm.ayah hamid, pak Haji Jafar,
ibunya zainab, Soleh, Rosna, Kiyai Arab dan sahabat hamid di arab.
· Latar : berlatar tempat
di padang dengan adat minang dan Mekkah tempah Hamid berpindah
· Amanat : Kasih suci dilindungi dan dirahmati Tuhan
· Sudut pandang : Novel ini menggunakan sudut
pandang ketiga. Yaitu penulis sebagai orang ketiga yang menguasai isi cerita,
ibarat Tuhan yang tahu segala permasalahan yang terdapat dalam cerita.
2) Pendekatan, Aliran dan Kritik Sastra
· Pendekatan :
Novel ini lebih mendekati jika pada
pendekatan mimesis
Pendekatan Mimesis :
Adanya konflik batin antara budaya dan
kemanusiaan. Dimana Zainab harus dipingit setelah lulus sekolah dan dinikahkan
dengan pilihan ibunya tanpa mempertimbangkan perasaan Zainab. Juga tentang
agama, tentang janji anak pada ibunya. Saat Hamid berjanji untuk tidak
mencintai Zainab.
Dasar pertimbangan pendekatan mimesis
adalah dunia pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri yang tidak bisa
mewakili kenyataan yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan
(Abrams, 1958:8).
Pendekatan yang berupaya memahami hubungan
karya sastra dengan kenyataan atau realita (Berasal dari bahasa Yunani mimesis yang
berarti tiruan). Realitas : Sosial, agama, budaya, politik, dll.
· Aliran :
Novel ini beraliran romantisme dan
determinisme.
a. Aliran romantisme
Menekankan pada ungkapan perasaan sebagai
dasar perwujudan pemikiran pengarang sehingga pembaca tersentuh emosinya
setelah membaca uangkapannya
b. Aliran determinisme
Menggambarkan tokoh-tokoh cerita dikuasai
nasibnya, sehinggga tokoh tersebut tidak sanggup dan tidak mampu lagi keluar
dari takdir yang telah jatuh pada dirinya
· Kritik sastra :
Kasih tak sampai antara Hamid dan Zainab
menunjukan ketulusan dan bersihnya cinta. Namun dalam cerita ini tidak
menunjukan usaha Hamid yang mandiri dalam memperbaiki kehidupan yang
signifikan. Hingga seolah memberikan kesan hamid sebagai orang shaleh yang
hanya mementingkan akhirat tanpa mementingkan dunia. Hingga membuat kesan
negatif sebagai orang yang hanya pasrah dengan nasib tanpa adanya usaha.
Novel 3
a. Judul
novel :
PERTEMUAN DUA HATI
Pengarang :
NH. DINI
Penerbit :
PT.Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1991
Halaman :
87 Halaman
b. Sinopsis
Novel
ini menceritakan tentang bu Suci. Seorang ibu guru SD dengan tiga orang anak,
istri dari suami yang bekerja di Perusahaan pangangkutan sebagai ahli mesin dan
pengawas bengkel. Pada suatu saat bu Suci besera keluarga memutuskan pindah
dari kota kecil Purwodadi menuju kota Semarang.
Berseling dua bulan tinggal di rumah baru,
Suci mendapat panggilan dari kepala sekolah. Bu Suci diminta untuk menjadi guru
pengganti di tempat sekolah anaknya sambil menunggu surat keputusan
dari dinas. Namun ada kejanggalan dan kesedihan yang menimpa, anaknya sering
rewel dan menangis tanpa sebab semejak pindah ke Semarang.
Beberapa
hari mengajar tidak menemukan kendala semua berjalan dengan baik. Semua
menunjukan kesan ramah dan baik. Namun ada satu murid bernama Waskito yang
membuat penasaran. Waskito telah lama tidak masuk sekolah dan tak seorangpun
yang tau penyebabnya. Begitupun dengan guru-guru. Ada dua orang murid
berbincang yang seolah mengetahui menyebabnya. Setelah didesak barulah mereka
menceritakan apa yang mereka ketahui. Ternyata Waskito adalah anak yang suka
marah-marah dan menyakiti temannya tanpa alasan dan hal itu membuat mereka senang
Waskito tidak bisa masuk sekolah.
Bu
Suci bimbang dan dilema, disisi lain ia ingin mencari tahu mengenai Waskito dan
menolongnya. Namun disisi lain masih banyak kepentingah di rumah yang harus ia
selesaikan. Akhirnya bu Suci melakukan keduanya. Beberapa hari sibuk bolak
balik sekolah dan mengantar anak ke dokter. Yang diketahui anaknya mengidap
penyakit epilepsi. Bu Suci sangat tergoncang dengan kabar duka ini. Namun bu
Suci tetap melakukan penyelidikan terhadap masalah Waskito.
Bu
Suci memanglah guru yang penuh dedikasi. Ia mendatangai kediaman Waskito dan
mengobrol banyak dengan neneknya tentu untuk mencari tahu penyebab sikap
Waskito yang anarkis dan pemarah. Ternyata diketahui Waskito anak broken home,
kurangnya kasih sayang dari kedua orang tunya yang sibuk bekerja. Ia iri dengan
temannya yang selalu diantar orangtua ke sekolah, maka Waskitopun melampiaskan
hal itu dengan amarahnya. Namun sebenarnya ia adlaah anak yang baik.
Setelah
melakukan pendekatan, maka setelah tiga bulan terlihat perubahan yang
signifikan dari Waskito. Waskito rajin sekolah dan tidak pernah terlewat
mengejakan tugas. Bu Sucipun terus berusaha meyakinkan teman-temannya bahwa
Waskito sudah berubah.
Bu
Suci adalah pendidik bertanggungjawab. Disela kesibukannya mengurusi anaknya
yang sedang sakit ia bisa mengubah seorang Waskito yang dianggap sukar. Hingga
pada akhirnya atas kerja keras bu Suci, kesehatan anaknyapun berangsur-angsur
pulih meski harus didoping obat dan pulang sekolah lebih awal dari
teman-temannya.
d. Analisis novel
3) Unsur Intrinsik
· Tema :
Ketulusan dan Tanggungjawab Seorang Ibu yang merangkap sebagai guru. Kegigihan
dan kerja keras demi membantu anak didik.
· Tokoh :
Bu Suci, suami, tiga orang anak, Waskito, nenek dan Kakek Waskito, guru
sekolah, guru agama, uwak, dll.
· Latar :
- Latar tempat : Berlatar
tempat di rumah, Sekolah SD Semarang, Rumah Sakit, Kota Purwodadi.
- Latar waktu : pagi,
siang, sore dan malam.
- Suasana :
sedih, priharin, kesal, bahagia
· Amanat :
novel ini mengingatkan para pembaca agar
memberikan kasih sayang seutuhnya pada anak. Juga guru terhadap murid.
Mengejarkan arti kesabaran dan ketulusan serta kerja keras tanpa putus asa.
· Sudut pandang :
novel ini menggunakan sudut pandang orang
pertama. Dengan menyebut dirinya sebagai “aku”.
2) Pendekatan,aliran dan kritik sastra
· Pendekatan
Novel ini mendekati pendekatan psikologis,
dimana novel ini menjelaskan bagaimana memahami dan menangani Waskito, anak
bermasalah dengan sikap yang ternyata dilatarbelakangi dari keluarga yang
broken home. Kurangnya kasih sayang dari orangtua membuat Waskito selalu iri
dengan teman-temannyayang kemudian marah tanpa alasan sebagai cara
mengungkapkan perasaannya.
· Aliran
Novel ini beraliran ekspresionisme.
Aliran ekspresionisme :
Mementingkan curahan batin atau curahan
jiwa dan tidak mementingan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang
nyata. Ekspresi batin yang keras dan meledak-ledak. Biasa dianggap sebagai
pernyataan atau sikap pengarang.
· Kritik sastra
Novel ini mengajak para pendidik, untuk
tulus mendidik murid dan memberikan kasih sayang dan tanggungjawab seutuhnya
seperti pada anak sendiri. Kegigihan dan ketabahan Bu Suci menjadi contoh
semangat pendidik yang tinggi di tengah masalah keluarga yang melanda.
Novel ini menggunakan sudut pandang orang
pertama dimana Bu Suci sebagai pelaku atau sebagai aku sehingga alur cerita dan
semua pandangan terbatas bergantung pada pengalaman si “aku”.
Novel 4
a. Judul
novel : MOGA
BUNDA DISAYANG ALLAH
Pengarang :
Tere Liye
Penerbit :
Republika
Halaman :
246
b. Sinopsis
Novel
karya TERE LIYE ini di angkat dari kisah nyata yang paling mengharukan, dan di
tulis kembali dari Film yang terbaik sepanjang masa.
“Karang”
dia adalah seorang anak yatim piatu yang tidak pernah mengenal Orangtuanya, dia
dibesarkan oleh sepasang pecinta anak anak yang tidak pernah memiliki anak
sendiri. Masa kecilnya yang ukrang beruntung itu membuat dendam dalam diri
Karang. Dia dendam untuk janji – janji kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.
Sepeninggalan Ayah angkatnya, dia bersama teman – temannya melanjutkan misi
Ayah angkatnya tersebut. Karang mendirikan banyak taman bacaan untuk anak –
anak yang kurang beruntung. Karang selalu memotivasi mereka dengan janji –
janji kehidupan yang lebih baik.
Karang
di kenal sebagai pecinta anak, Pandai membuat cerita yang sarat akan motivasi,
bahkan dia bisa membuat anak yang menangis diam sekejap hanya dengan sentuhan
lembutnya. Bahkan dengan motivasi yang membakar semangat pendengarnya, seorang
anak kecil yang terkena lumpuh bisa sembuh dan berlari riang.
Namun
karena sebuah peristiwa saat liburan, di tengah lautan luas, di atas perahu
kecil yang diterpa badai. Membuat belasan anak asuhnya meninggal sia – sia,
termasuk Qintan, wanita kecil yang dengan semangat dari Karang bisa sembuh dari
sakit Lumpuhnya bahkan bisa berlari. Disaat yang sama, seorang anak
kecil yang tengah liburan dengan kedua orangtuanya serta pengasuhnya juga
terkena musibah. Kecil awalnya, tapi menjadi inti dalam cerita ini. Dia
‘Melati’ gadis berumur 3 tahun yang begitu riang dengan suasana pantai. Berlari
riang rambut ikalnya bergerak ke kanan ke kiri, jika tertawa gigi kelincinya
terlihat semakin lucu dengan mata yang bening bagai biji buah leci. Namun
seketika kebahagiaan itu pudar, karena melati terjatuh saat kepalanya terhantam
piring terbang berukuran kecil. Yahh… kecil.
Dari
kejadian itu melati mengalami kebutaan, jikalau hanya buta dia masih bisa
melihat dunia dengan telinga, tapi lambat laun melati juga tuli, Jikalau saja
melati hanya tuli, mungkin dia bisa melihat dunia dengan Mata dan mulut, Tapi Melati,
Buta, Tuli sekaligus Bisu, hanya karena jatuh saat terhantam piring terbang
saja.
Seketika
kehidupan keluarga HK berubah 100%. Melati sering mengamuk hingga
umurnya yang menginjak 6 tahun. 3 tahun Melati hanya merasakan Senyap, Sepi dan
kosong. Berbagai usaha sudah di lakukan Bunda untuk kesembuhan Melati, tapi
kenyataanya Melati mustahil untuk sembuh, bahkan beberapa Dokter malah menyebut
Melati sudah Gila karena sering mengamuk
Kejadian
3 Tahun lalu juga membuat Karang menyalahkan diri, meski sebenarnya Hakim
memutuskan Karang tidak bersalah. Tapi karang tetap menyalahkan dirinya,
mengurung di kamar tua tempat Ibu asuhnya yang tinggal sendiri. Bukan hanya
itu, kehidupan Karang juga berubah 100%, dari pribadi yang baik, pecinta anak,
kini menjadi manusia Batman, karena selalu keluar malam untuk mabuk mabukan dan
waktu pagi hingga sore di gunakannya untuk tidur di kamar tuanya yang semakin
pengap karena jendela yang jika dibuka pemandangan pantai akan terlihat
mempesona, malah selalu tertutup rapat, tidak pernah dibuka.
Cerita
sederhana, namun mengangkat topik luar biasa. Bagaimana seorang Karang yang
tidak memiliki pendidikan formal tentang anak berhasil mengajari Melati untuk
mengerti dunia dan sekitarnya. Karang hanya bermodalkan cinta, cintanya pada
anak-anak membuat pemuda itu sepenuhnya mengerti apa yang dirasakan oleh
anak-anak.
Novel
ini mengajarkan kasih sayang kepada sesama dan kasih sayang seorang ibu yang
penuh kesabaran dan pantang menyerah mendampingi anaknya yang memiliki
keterbatasan.
c. Analisis novel
1) Unsur Intrinsik
· Tema :
Kasih Sayang dan Kesabaran
· Tokoh :
Karang, Melati, Ibu Karang, Ibu Melati, Ayah Melati, Kinarsih, Salamah, Qintan,
Dokter, dll.
· Latar :
Pantai, Bukit, Perkotaan
· Amanat : Banyak nilai-nilai yang dapat diambil dari
cerita dalam novel ini. Novel ini mengajarkan kita tentang kasih sayang, rasa
tulus, kesabaran, dan selalu berusaha tanpa putus asa. Mengajarkan tentang
nilai-nilai dan hak asasi kemanusiaan. Sungguh mengharukan.
· Sudut pandang : Cerita dalam novel ini menggunakan
sudut pandang ketiga. Yaitu membuat penulis sebagai orang ketiga yang
mengetahui keseluruhan isi cerita.
2) Pendekatan,aliran dan kritik sastra
· Pendekatan :
Novel ini menggunakan pendekatan
psikologis. Tentang rasa bersalah seorang Karang yang berujung pada perilaku
arogan dan urakan selama bertahun-tahun. Berjuang melawan tekanan yang
mengganggu dan terus masuk dalam mimpi-mimpinya. Juga gadis kecil Melati yang
buta tuli dan bisu, penuh tekanan dengan segala penderitaan. Hidup namun
seperti mati, hidup tanpa dapat melihat kehidupan.
· Aliran :
Novel ini termasuk karya sastra beraliran
impresionisme :
Memusatkan perhatian pada apa yang terjadi
dalam batin tokoh utama. Impresionisme lebih mengutamakan pemberian
kesan/pengaruh kepada perasaan daripada kenyataan atau keadaan yang sebenarnya.
· Kritik sastra :
Novel ini menyentuh, menggugah para pembaca.
Menyadarkan arti usaha yang sesungguhnya. Kesabaran dan keteguhan. Namun dalam
penulisan cerita banyak kata-kata yang sebenarnya tidak perlu sehingga membuat
pembaca merasa bosan dan keluar dari rasa empati yang telah dibangun
Novel 5
a. Judul novel : TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK
Pengarang : Buya Hamka
Sutradara : Sunil
Soraya
Durasi :
225 menit
b. Sinopsis
Film
ini merupakan film adaptasi dari novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya
Buya Hamka. Menceritakan mengenai kasih tak sampai antara dua insan dikarenakan
budaya serta hukum adat istiadat yang amat kental yakni budaya Minangkabau
(Padang) dengan Bugis (Makasar).
Zainudin
adalah anak yatim piatu peranakan Minangkabau dan Bugis. Ayahnya suku
minangkabau asli. Dia meninggal saat diasingkan ke Makasar karena telah
membunuh seorang kerabat karena masalah warisan. Ibu Zainudin yang asli bugis
wafat sebelum ayahnya.
Mulanya
zainudin tinggal bersama Mak Base yang merupakan teman ayahnya. Kemudian pindah
ke Batipuh Sumatra barat. Budaya masyarakat di Minangkabau dan Makasar pada
saat itu sangat menganggap rendah seorang Zainudin. Zainudin dianggap bukan
bagian dari suku mereka seutuhnya. Zainudin mendapat perlakuan yang buruk dari
kedua budaya masyarakat.
Hingga
pada akhirnya Zainudin mendapat satu satunya teman yang hendak menerima dia apa
adanya yakni Hayati. Hayati perempuan yang dianugerahi kecantikan yang luar
biasa, keelokan parasnya membuat semua lelaki menginginkannya, namun anak dari
bangsawan Minangkabau ini tetap rendah hati sopan dan berbudi baik. Mereka
kemudian menjadi sangat dekat sampai mereka merasakan cinta satu sama
lain.Namun saat zainudin hendak melamar hayati, dia mendapat pertentangan luar
biasa dari keluarga Hayati dan Masyarakat Minangkabau. Mereka berkata Zainudin
tidak pantas mendampingi Hayati karena zainudin bukan orang Minangkabau asli
karena ibunya orang Makasar. Kecewa, Zainudin pindah ke Padangpanjang yang
berjarak 10 Km dari batipuh namun tetap dengan selalu surat meyutar dengan
hayati.
Suatu
saat Hayati pergi ke Padangpanjang beberapa hari untuk mengunjungi temannya
Khadidjah, sekaligus ingin bertemu dengan zainudin. Aziz (dalam film
inidiperankan oleh Reza Rahardian), kakak Khadijah melihat Hayati dan terpesona
dengan kecantikannya. Zainudin dan Aziz bersaing untuk mendapatkan Hayati.
Namun apalah dikata, adat memanglah adat tidak menghiraukan perasaan manusia.
Keluarga Hayati lebih menerima Aziz untuk menjadi suami Hayati yang memang
dipandang lebih pantas karena asli Minangkabau dari keluarga kaya. Zainudin
benar-benar merasa tak teradili dan jatuh sakit.
Zainudin
bersama Muluk sahabatnya mengembara ke pulau Jawa, Batavia dan Surabaya. Disana
dia mengembangkan bakat menulisnya. Hingga akhirnya Zainudin menjadi penulis
terkenal dan kaya raya.
Dengan
alasan pekerjaan Hayati dan Aziz pindah ke Surabaya. Disana mereka bertemu
kembali dengan Zainudin. Seiring waktu, rumah tangga Hayati bangkrut karena
ulah Aziz bermain judi. Akhirnya dengan terpaksa mereka menginap di rumah
zainudin. Aziz merasa bersalah dan bunuh diri. Hayati mengungkapkan permohonan
maaf pada Zainudin dan mengungkapakan Cintanya yang hingga kini masih
tersimpan. Namun Zainudin menolak dan meminta Hayati pulang kembali ke Batipuh.
Hayati
menaiki Kapal Van Der Wijck dengan foto Zainudin yang selalu dipegangnya.
Hingga akhirnya kapal Van Der Wijck Tenggelam. Zainudin yang masih sangat
mencintai Hayati sangat terpukul, dan mencari Hayati di Rumah Sakit. Dan
disanal dua insan menyatakan dan menyatukan cinta sebelum Hayati meninggal dunia.
c. Analisis novel
1) Unsur Intrinsik
· Tema :
masih sama dengan novel sebelumny, novel ini berceritakan tentang kasih tak
sampai terpisahkan karena tradisi dan adat masyarakat
· Tokoh : novel ini melibatkan banyak tokoh diantaranya
Zainudin, Hayati, Aziz, Khadidjah, Muluk, dll.
· Latar :
berlatar tempat di Sumatra (Minangkabau dan Makasar) dan jawa ( Batavia dan
Surabaya)
· Amanat : film adaptasi novel ini mengandung banyak
makna dan amanat yang dapat dipetik. Novel ini mengandung nilai moral yang
sangat tinggi. Mengajak pembaca/penonton menyadari mengenai kedudukan manusia
yang hendaknya tiada perbedaan. Semua manusia sama di mata Tuhan. Juga
mengajarjan tentang kesetiaan yang teikat dalam janji.
· Sudut pandang :
film adaptasi novel ini menggunakan sudut pandang orang ke tiga tunggal karena
menyebutkan dan menceritakan secara langsung karakter pelakunya secara
gamblang. Bisa dilihat pada penggelana cerita berikut :
“mula-mula datang, sangatlah gembira hati
Zainudin telah sampai ke negeri yang selama ini jadi kenang-kenangannya.”
2) Pendekatan,aliran dan kritik sastra
· Pendekatan :
Adapun karya sastra novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck lebih mendekati pada pendekatan mimetik. Berikut
penjelasannya :
Minangkabau memiliki adat yang berbeda
dengan bangsa lain, jika di daerah lain bangsa diambil dari ayah (patrilinear),
maka masyarakat Minangkabau kebangsaan mereka diambil dari ibu (matrilinear).
Kekeluargaan diambil dari garis matrilinear, harta warisan pada dasarnya
diturunkan dari ibu pada anak perempuan. Anak yang lahir dari perkawinan
tergolong ke dalam keluarga istri, dan suami tinggal di keluarga istrinya,
tetapi masih merupakan orang di luar rumah itu (Teeuw, 1980:83). Pengertian
bangsa diambil dari ibu, bukan berarti ibulah yang menguasai bangsanya, hanya
saja anak laki-laki yang mempunyai saudara wanita itu lebih beruntung, karena
menurut adat Minangkabau wanitalah yang bisa menjaga harta dan benda. Seperti
pada kutipan berikut
“... amatlah malangnya seorang laki-laki
jika tidak mempunyai saudara perempuan yang akan menjaga harta benda, sawah
yang berjenjang, bandar buatan, lumbung berpereng, dan juga ruman nan gadang..”
(Hamka, 1939)
Dalam novel ini, Zainudin mrupakan anak
dari seorang buangan yang menikah dengan wanita Makasar. Kedatangannya ke
Minangkabau tidak mendapat respon yang baik dari masyarakatnya, meskipun
mengalir dalam diri Zainudin darah Minangkabau tetap saja Zainudin bukan
menjadi bagian dari mereka, Zainudin adalah orang asing, terlebih ayahnya yang
tidak mempunyai saudara perempuan. Karena bangsa mereka diambil dari ibu.
Betapa Zainudin tersingkirkan, diajuhi dan diasingkan dari tanah nenek
moyangnya. Bukan hanya dari saudara-saudaranya saja Zainudin tersingkirkan,
tapi juga dari masyarakat sekitar,keberadaannya disana tidak dianggap, pasalnya
Zainudin tidak mempunyai kewenangan disana karena garis keturunannya yang tidak
jelas.
Menurut adat minangkabau gadisnya tidak
boleh menikah dengan pemuda bukan orang minangkabau. Terlihat dalam novel ini
saat mamaknya atas kesepakatan bersama, demi menjunjung harga diri maka
mamaknya menolak pinangan Zaiudin dan memilih pinangan Aziz yang mempunyai
darah Minangkabau tulen. Karena selain menjadi pembimbing, mamak juga mempunyai
kekuasaan terhadap harta kemenakannya yang sudah ditinggal mati keluarganya.
Mamak menjadi pembimbing pada anak bujangnya untuk mempersiapkan pusaka yang
berperan sebagai penunjang dan pengembangan sumber-sumber kehidupan
anak-anaknya. Sedangakan terhadap kemenakan perempuannya mamak memberikan
bimbingan untuk persiapan menyambut waris bejawat dan persiapan untuk
melanjutkan keturunan.
Novel ini menunjukan bagaimana masyarakat
Minangkabau begitu memperhatikan harga diri dan juga garis keturunan. Betapa
kokohnya mereka menjaga adat mereka yang mereka jadikan panduan hidup, bahkan
mereka tidak rela jika adat mereka sampai rusak, tidak boleh lekang oleh panas
dan tidak boleh lapuk oleh hujan.
Namun kekokohan itulah yang akan menjadi
konfik manusia dalam menjalin hubungan dengan orang luar, karena mereka masih
terpenjara dalam pemikiran yang dianggap kuno. Maka apalah daya, paraturan
tetaplah peraturan. Zaman tidak menjadi masalah karena kokohnya adat itulah
yang akan tetap menjaga nama baik mereka.
· Aliran :
Adapun film atau novel Tenggelamnya Kapal
Van der Wijck termasuk ke dalam aliran idealisme, romantisme, dan mistisime.
Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
termasuk aliran idealisme karena di dalam novel tersebut mengadung banyak
pengeharapan mengenai sebuah keadaan adat yang mengekang perasaan antara dua
insan. Harapan mengenai takdir yang telah diberikan sebagai anak
dari dua orang yang berbeda suku dan adat istiadat.
Novel ini juga dapat dikatakan termasuk
karya sastra romantisme. Karena jelas sekali dalam cerita tersebut menampilkan
kisah kasih tak sampai antara Zainudin dan Hayati. Sebuah romantisme percitaan
dengan janji-janji yang tertata dalam kalimat indah. Mengenai kesetiaan yang
terjaga hingga mati. Tak tertinggal juga tentang rasa sakit dan pengkhianatan.
Bukan karena hati yang berpaling melainkan keadaan adat dan tuntutan sang
leluhur yang memaksa.
Sedangkan pertimbangan novel ini juga
beraliran mistisisme, terlihat pada unsur-unsur kebuadayaan yang kental dimana
dalam adat tersebut tidak diperkenankan menikahi orang tidak sesuku, sesuku
disana diambil dari keturunan ibu. Jika tidak, maka keluarganya tidak akan
berkah. Walalupun aqidah agama sangat kental namun ada beberapa hal yang memang
di luar agama, yaitu tentang keturunan yang diambil dari garis ibu. Semua
kekuasaan tertumpu pada wanita. Inilah yang menjadi gejolak antara agama dan
kebudayaan.
· Kritik :
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck merupakan
salah satu karya terbaik dari Buya Hamka. Dengan alur cerita yang menggugah,
mendobrak paradigma masayarakat pada masa itu.
Begitupun dengan film Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck, adaptasi novel yang diproduksi oleh manajemen Sunil Soraya. Film
ini berhasil membuat penonton terkagum kagum dengan sastra. Bahasa sastra indah
dan penuh makna membuat cerita semakin mendalam menyentuh kalbu. Juga
perpindahan yang halus begitu tenang. Para tokohpun diperankan
dengan baik membuat cerita semakin nyata.
Mengangkat corak budaya Indonesia dengan
keindahannya hingga membelut sebuah konflik pergejolakan antara kebudayaan,
kemanusiaan, harga diri, dan agama. Antara ketaatan pada sang leluhur dan
mentaati sebuah aturan dalam adat dengan mempertahankan cinta pada insan yang
merupakan fitrah dari yang Kuasa.
Dengan adanya film ini tentu membuat
apresiasi tersendiri bagi dunia sastra yang selama ini terlupakan.
Namun ada beberapa hal yang perlu menjadi
perhatian. Berbeda yang cerita pada novel, film ini menimbulkan beberapa
keganjalan-keganjalan yang menibulkan asumsi negatif di masyarakat. Pertama
pada alur cerita yang salah fokus. Dalam cerita ini mengajak pembaca untuk
lebih mengenal adat budaya masyarakat Mianngkabau yang menganut sistem
Matrilinear dimana kebangsaan bergantung pada garis keturunan ibu. Dan mamak
(ibu/perempuan) pula lah yang memegang andil dalam membimbing anak-anaknya
untuk pernikahan. Juga perempuanlah yang dianggap dapat menjaga harta banda
keluarganya.
Kokohnya masyarakat memeluk adatnya
mengakibatkan konfik. Adanya batasan pada hubungan antar sesama terutama suku
luar miangkabau. Bangsa Minangkabau, diharuskan menikah dengan sesuku.
Sangatlah diharamkan menikahi luar suku minangkabau. Bahkan, orang luar
Minangkabau hendaknya dihindari dan disingkirkan dari pergaulan. Ini tentu
menjadi kendala selain dalam persoalan cinta, juga persoalan terhadap
kemanusiaan. Dan itu pula yang menjadi salah satu penyebab tidak berkembangnya
pemikiran dalam budaya.
Sayangnya dalam fil ini, hanya memfokuskan
pada kasih tak sampai Zainudin dan pengkhianatan Hayati terhadap janji-janji
yang telah ia ucapkan pada Zainudin. Padahal, lebih bagus jika unsur-unsur
budayanya diperjelas dengan mangangkat budaya Minangkabau itu sendiri.
Kemudian dalam pakaian yang dipakai
Hayati. Hal itupun mendapat kritikan dari para pembaca novel dan bangsa
Minangkabau. Dimana dalam cerita, hayati adalah gadis lugu dan solehah. Tidak
pernah menggunakan gaun-gaun terbuka seperti yang digambarkan pada film.
C. Kesimpulan
Sastra
adalah pedoman hidup bagi masyarakat. Sastra memberikan pendidikan karakter
dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dengan bahasa indah yang
membangun dan menginspirasi. Membuat para pembaca ikut terkubur dalam alur
cerita. Hal ini membuktikan bahwa karya sastra novel dapat melatih kepekaan dan
membangun rasa empati seseorang.
Apa
yang dibaca seseorang akan mempengaruhi pola perilaku pembaca. Otak akan
menyerap dan merespon dengan menilai alur cerita dengan menerima apa saja
segala unsur dalam cerita. Bacaan yang baik akan memberikan pendidikan yang
baik bagi pembaca.
Sastra
mengajarkan kehidupan dari sisi yang berbeda. Melalui sastra, kecerdasan
Intelektual, emosional dan spiritual seseorang dapat diasah. Bagi dunia
pendidikan anak, pendidikan sastra sangatlah penting karena sastra akan menjadi
fondasi dalam pembentukan karakter siswa. Sastra mengasah rasa, mengolah budi,
dan memekakan fikiran. Maka perbanyak membaca sastra dan coba mencipkatan
sastra yang memberikan inspirasi kepada orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar